Tidaklah Allah swt. menciptakan peristiwa, atau
kejadian sesuatu yang sia-sia. Manusia dianjurkan untuk merenung dan
mengambil pelajaran dari berbagai macam peristiwa yang terjadi. Islam
sangat mendorong umatnya untuk menggunakan potensi yang Allah swt.
berikan kepadanya; penglihatan, pendengaran, hati, panca indra yang lain
agar difungsikan untuk merenung hikmah dibalik peristiwa.
Katakanlah: “Berjalanlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu.” QS. Al-An’am:11
Pertama, Allah Penentu Kehidupan, Dzat yang Maha Perkasa.
Bahwa
dibalik kehidupan ini ada yang punya, ada yang mengatur. Dialah Allah
Rabbul Izzah, Tuhan yang memiliki kemuliaan dan keperkasaan. Di
Genggaman-Nya lah semua kehidupan ini dikendalikan. Allah hanya butuh
berkata “Kun Fayakun, terjadi! maka terjadilah”.
Manusia
tidak bisa mengatur-atur. Manusia tidak mungkin bilang “hai merapi,
berhenti meletus… dst”, sebagaimana yang kita dengar dari pusat ahli
vulkanologi dan mitigasi bencana. Allah swt. punya kehendak-Nya sendiri,
bahkan Kehendak itu sudah ditulis semenjak zaman azali.
Allah swt. berfirman:
“Tiada suatu bencanapun yang
menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah
tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” Al-Hadid/57:22
Kedua, Musibah Akibat Perbuatan Manusia
Musibah
yang menimpa umat manusia adalah karena perbuatan mereka sendiri yang
melanggar peraturan Allah, merusak ekosistem kehidupan, banyak melakukan
kemaksiatan dan dosa, tidak menjalankan perintah dan syariat-Nya.
“Dan
apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh
perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari
kesalahan-kesalahanmu). Dan kamu tidak dapat melepaskan diri
(dari azab Allah) di muka bumi, dan kamu tidak memperoleh seorang
pelindung dan tidak pula penolong selain Allah. ” Syuro/42:30-31
Bukan
karena ada unsur mistik, karena ini, karena itu, seperti karena bulan
tertentu, karena hari tertentu dll. yang justeru merusak aqidah umat.
Bencana karena ulah manusia, dan itu atas kuasa Allah swt.
Ketiga, Pahala Tergantung Besarnya Musibah
Dari Anas bin Malik ra. Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya
besarnya pahala itu tergantung besarnya ujian. Dan sesungguhnya jika
Allah mencintai suatu kaum, Allah mengujinya. Maka barangsiapa ridha
dengan ujian Allah, baginya ridha –dari Allah-, sebaliknya, siapa yang
murka, maka baginya murka –dari Allah-.” HR. At-Tirmidzi
Keempat, Musibah Dalam Rangka Tamhis (Seleksi)
Kehidupan
ini bukan statis, tapi berputar. Ada yang baik ada yang buruk, ada yang
berhasil ada yang juga gagal. Itu semua adalah dalam rangka untuk
menseleksi secara alamiah kualitas manusia, dan sebagai batu ujian;
apakah ia lulus dengan predikat baik, lulus dengan catatan, atau malah
gagal dalam menjalani ujian tersebut.
Kelima, Istirja’ atau Mengembalikan Semua kepada Allah
Pertam
kali menghadapi musibah, hendaknya iman yang berbicara, bukan hawa
nafsu yang protes. Karena seseorang ditentukan oleh sikap pertama
kalinya terhadap kejadian. Rasulullah saw. mengingatkan “Sesungguhnya sabar itu ketika merespon kejadian pertam kali.” Selanjutnya berdoa kepada Allah swt. agar diberikan pahala atas musibah itu dan memperoleh ganti yang jauh lebih baik.
Keenam, Musibah Menghapus Kesalahan dan Mengangkat Derajat
Inilah
indahnya kehidupan bagi orang yang beriman. Ujian, bencana dan bala
akan menggugurkan dosa-dosa dan sekaligus mengangkat derajatnya. Tidak
sia-sia, tegantung ia meresponnya.
Ketujuh, Musibah sebagai Peringatan
Kejadian
bencana bisa dimaknai 3 hal; Pertama sebagai siksa, jika itu menimpa
orang-orang yang tidak beriman. Kedua sebagai peringatan, jika menimpa
orang-orang yang beriman tapi melakukan banyak dosa. Dan ketiga, sebagai
sarana mengangkat derajat, yaitu bagi orang yang beriman, hamba-hamba
Allah swt.
Ketujuh, Musibah Menyempurnakan Iman
Rasulullah saw. bersabda:
“Tiada dianggap mukmin yang sempurna imannya orang yang tidak
menganggap suatu bala’ sebagai sebuah kenikmatan, dan suatu kemudahan
sebagai musibah. Para sahabat bertanya: Bagaimana itu ya Rasulullah?
Rasul menjawab; “Karena tiak menyertai balak itu kecuali adanya
kemudahan. Demikian juga dengan kemudian itu akan disertai dengan
musibah.” Ath-Tabrani.
Firman Allah swt (QS. Al-Insyirah:5-8)
5.Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
6. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
7. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.
8. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.”
Dibalik
bencana ada hikmah, ada pelajaran, ada kebaikan. Mari kita renungkan,
kita temukan rahasia di balik bencana yang selama ini terjadi. Allahu
a’lam
0 komentar:
Posting Komentar