Pertama, hukum aqiqah adalah sunnah mu’akkadah dan terkait dengan
kelahiran anak, sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah swt, Adapun
qurban adalah ibadah terkait dengan hari idul adha sebagai amalan sunnah
mu’akkadah, untuk meneladani sunnah Nabi Ibrahim as.
Kedua, memang kedua ibadah tersebut jika dilihat dari bentuk dan
tata cara aplikasinya hampir sama, yaitu dengan menyembelih hewan. Jika
aqiqah hanya kambing (dan dianjurkan anak laki-laki dua ekor dan anak
perempuan satu ekor), sementara qurban, di samping kambing, juga
dibolehkan sapi, kerbau atau unta. Selain kekuatan hukum yang sama,
ketentuan lain yang sama adalah terkait dengan syarat-syarat hewan yang
akan disembelih. Pembagian hewan yang berbeda, jika aqiqah disunnahkan
dalam kondisi telah dimasak, sementara qurban disunnahkan masih mentah
(belum dimasak).
Ketiga, kedua ibadah ini menjadi berbeda, dan tidak dapat salah satu
dan yang lain saling menggantikan, menurut jumhur ulama karena sebab,
waktu, dan tuntutan penunaiannya adalah berbeda. Pelaksanaan aqiqah
disarankan oleh Rasul saw pada tanggal 7, 14, 21, dan seterusnya, atau
sesuai dengan waktu yang mudah bagi seseorang dan sesuai dengan
kemampuan. Aqiqah waktunya lebih luas (muwassa’). Sementara ibadah
qurban waktunya telah ditentukan syari’at dan terbatas (mudhayaq), yaitu
harus dilaksanakan pada tanggal 10-14 Dzulhijjah.
Keempat, karena itu, melihat keutamaan ibadah qurban, dan karena
waktu yang terbatas diperbolehkan mendahulukan ibadah qurban –meski
belum aqiqah—karena aqiqah dapat dilaksanakan di sepanjang tahun, bahkan
pada tahun-tahun berikutnya. Bahkan karena saking utamanya qurban, imam
Abu hatim dan Imam Ahmad membolehkan berhutang terlebih dahulu demi
untuk dapat berqurban. Terlebih jika kondisi belum aqiqah adalah telah
berusia dewasa, karena hal ini masih diperselisihkan ulama. Mengingat
aqiqah adalah penyembelihan hewan ketika masih usia anak-anak, dan jika
telah dewasa ada beberapa ulama yang menyatakan gugur sunnah aqiqah, dan
ada pula yang menyatakan jika mampu tetap disunnahkan melaksanakan
aqiqah. Intinya, tidak ada ketentuan dalam syari’at bahwa pelaksanaan
ibadah qurban harus bagi orang yang telah melaksanakan aqiqah.
Kelima, dan jika penyembelihan qurban dengan diniatkan dua ibadah,
yaitu aqiqah dan qurban, maka tidak diperkenankan. Karena masing-masing
ibadah ini berdiri sendiri (maqshudah lidzatiha). Demikian pendapat para
ulama, di antaranya mazhab Syafi’I, mazhab Maliki, imam al-Haitami,
juga pendapat Syaikh Al Bani.
Sumber : http://www.islampos.com/qurban-tapi-belum-aqiqah-bagaimana-hukumnya-82353/
0 komentar:
Posting Komentar